Pages

Kamis, 04 Juni 2015

Potensi Eksistensi Kota Batam dalam Perspektif Perencanaan Wilayah



Kota Batam memiliki wilayah geografis yang sangat strategis karena berada dalam wilayah pelayaran internasional dan berbatasan langsung dengan Singapura. Pengembangan pembangunan wilayah bernuansa maritime melalui visi  Terwujudnya Batam Sebagai Bandar Dunia yang Madani. Dua teori ekonomi makro-spasial yang menekankan pada signifikansi kawasan terhadap pembangunan suatu pusat pertumbuhan adalah Teori Lokasi dan Teori Pusat Pertumbuhan. “Locational Theory”dan “Growth Pole Theory” ini apabila digabungkan akan menjadi pisau analisis yang efektif untuk memotret bagaimana suatu kawasan bisa berkembang dengan pesat.
Kota Batam menjalankan sistem ekonomi tersebut dan dijadikan contoh terbaik bagaimana posisi-geo-stratejik dikombinasikan dengan penerapan kebijakan pembangunan makro-mikro ekonomi yang pro-bisnis dengan meredusir implikasi negative yang bisa menyertainya melalui pendekatan populis dan ekologis.
Ruang lingkup wilayah Kota Batam terbentang antara 0O25’29” LU - 1O15’00” LU dan 103O34’35” BT - 104O26’04” BT dengan total wilayah darat dan wilayah laut seluas 3.990,00 Km2, meliputi lebih dari 400 (empat ratus) pulau, 329 (tiga ratus dua puluh sembilan) di antaranya telah bernama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara, yang secara administrasi pemerintahan terdiri dari 8 (delapan) wilayah Kecamatan. Strategi pengembangan struktur tata ruang wilayah dan sistem kegiatan pelayanan Kota Batam ditujukan untuk membentuk satu kesatuan struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan Kota agar berfungsi optimal sebagai pusat-pusat pertumbuhan dan pusat kegiatan pelayanan perkotaan di wilayah darat dan wilayah laut Kota Batam, maka strategi pengembangannya adalah Pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan harus dapat menunjang pertumbuhan wilayah belakang yang dilayani di wilayah darat maupun wilayah laut, dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan Kota Batam dalam keseluruhan; Meningkatkan fungsi dan peran Kota Batam sebagai pusat koleksi dan distribusi melalui pengembangan kegiatan industri, perdagangan dan jasa, dan penataan lokasi simpul-simpul kegiatan transportasi wilayah; Mengalokasikan berbagai fasilitas dan sarana kegiatan pelayanan Kota ke seluruh wilayah secara terstruktur; Menata perkembangan dan mengendalikan pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah darat dan wilayah laut Kota Batam.
Kota Batam merupakan Kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau. Negeri dengan 2.408 buah pulau (archipelagic province) sukses terbangun karena mampu merangkai pulau menyatukan kawasan melalui pendekatan “economic connectivity” baik melalui gatra darat, laut dan udara. Bandara yang sudah ada enam buah seperti : Raja Haji Fisabililah di Tg.Pinang, Hang Nadim di Batam, Sei Bati di Tg. Balai Karimun, Palmatak di Anambas, Ranai di Kab. Natuna dan Bandara Dabo Singkep, plus rencana pengembangan Bandara baru yang terus diagendakan seperti di Bintan (kerjasama dengan swasta), Tambelan, Jemaja, Subi, Serasan, kemungkinan di Midai sampai Pulau Laut menjadikan Kepri sebagai Provinsi yang memiliki Bandara terbanyak di Indonesia (saat ini).
Pendekatan konektivitas yang dijadikan salah satu strategi Pemerintah Kota Batam sejalan dengan Teori Ekonomi Pasar tentang pentingnya sector transportasi bagi memperkuat sector perdagangan di suatu pusat pertumbuhan dan sentra pembangunan. Ada teori ekonomi yang mengajarkan tentang “the ships follow the trades, and the trades follow the ships”. Suatu armada pelayaran akan masuk apabila terdapat komoditas yang akan di antar-dagangkan yang bisa dibawa pergi-pulang dari suatu destinasi, sedangkan suatu produk di suatu kawasan baru bisa diperdagangkan antar pulau atau kawasan ekonomi apabila terdapat sarana dan prasarana pelayaran.
Tidak hanya dari aspek perdagangan yang menjadi “leading economy”, pendekatan konektivitas juga akan memperkuat di sector pariwisata dan jasa lainnya. Apalagi dalam memaknai empat pilar pengembangan pariwisata seperti destinasi, marketing, kelembagaan, dan industri pariwisata, maka ketersediaan sarana dan prasarana menjadi mutlak. Bahkan dalam Perda No. 2 Tahun 2012. Tentang RIPPDA yang juga menjadi bagian dari Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) dengan pola pendekatan koridor dan konsentrasi kepariwisataan memerlukan analisis ekonomi spasial ini.
Pertumbuhan ekonomi 8,21 % di tahun 2012 merupakan signal akan efek positif konektivitas ekonomi antar kawasan (intersuler) dan antar Negara (internasional). Dengan berbagai sector stretejik yang sudah berkembang seperti FTZ-BBK (maritime industries) dan ZEE/Zone Ekonomi Eklusif di NAL/Natuna-anambas-Lingga (marine economy) yang merupakan “dual tracts” pendekatan pembangunan kawasan stratejik di Provinsi Kepri, ia menandakan bekerjanya teori ekonomi kawasan dan mesin ekonomi lokasional. Prospek kemajuan akan terus ditandai dengan ekploitasi deposit dan produksi atas Sumber daya Mineral dan Migas, investasi di basis militer (Batam, Natuna, Tanjungpinang, Tg.Uban, dll) dan tumbuhnya aset ekonomi (P.Sambu, Batam, Natuna, Tanjungpinang, dll)-bandara, kawasan industri, dll, pintu masuk ekonomi (trading-tourism) dan salah satu “trans-oceanic chock-point dan “innocent passage” di Selat Philips dan Selat Malaka, serta munculnya beberapa anemo pembangunan baru. Kota Batam sebagai Bandar Madani utama di Provinsi Kepulauan Riau memerankan fungsi sentral dalam berjalannya pembangunan di wilayah ini.



Referensi:
Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004 – 2014
Pike, e.a. (2006) Local and Regional Development. Routledge, New York
Syamsul Bahrum (2009), Menuju Batam Bandar Dunia Madani,…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar