Arti etimologis dari
filsafat adalah “cinta akan hikmat” Philos
berarti pencari dan Sophia
berarti pengetahuan. Filsafat merupakan suatu refleksi dalam bentuk kegiatan
akal budi, maupun kegiatan perenungan. Pengertian yang diterima, direnungkan
lebih lanjut, sehingga selain pengertian tersebut, kita mendapatkan pula suatu
arti dan makna dari pengertian tersebut. Refleksi filsafat cukup luas dan tidak
terbatas hanya pada bidang atau thema tertentu.
Berfilsafat dimulai dari
dorongan untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita
tahu. Jadi untuk mendapatkan pengetahuan yang benar melalui filsafat adalah
untuk mengetahui apa yang diketahui dan mengetahui pula apa yang belum
diketahui.
Pada hakekatnya sumber
pengetahuan ada empat yaitu Rasionalisme melalui ide-ide yang
menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide-ide ini menurut mereka
bukanlah ciptaan pemikiran manusia tetapi jauh sudah ada sebelum manusia
memikirkannya; Empirisme melalui fakta/pengalaman
yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut kaum empiris ini dan dapat
dinyatakan lewat tangkapan panca-indera manusi; Intuisi merupakan salah
satu sumber pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Suatu masalah yang sedang kita
pikirkan, yang kemudian kita tunda tiba-tiba muncul dalam benak kita yang
lengkap dengan jawabannya namun kita tidak bisa (belum bisa) menjelaskan
bagaiman caranya kita sampai ke sana; dan
wahyu merupakan salah
satu sumber pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan
semacam ini hanya disalurkan lewat makhluk-makhluk pilihan-Nya. Agama,
merupakan sumber pengetahuan yang bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang
terjangkau pengalaman/empiri, tetapi juga mencakup masalah-masalah yang
bersifat transedental; yakni seperti latar belakang penciptaan manusia,
tentang kehidupan kemudian di akhirat nanti, dan sebagainya.
Terdapat tiga tokoh yang sangat
berpengaruh dalam berfilsafat. Socrates menyatakan bahwa terdapat kebenaran
hakiki yang obyektif. Kebenaran obyektif tersebut diperolehnya melalui
dialektika dengan beberapa orang yang dianggapnya ahli dalam bidang tertentu.
Filsafat Socrates menemuka kaerangka berfikir induktif dan menemukan defenisi.
Plato mengembangkan filasafat Socrates tentang kebenaran obyektif. Menurutnya
kebenaran alaimah adalah reduksi dari kebenaran obyektif yang berada dalam
idea. Plato mengembangkan aliran filsafat rasionalisme dan mengkritik Socrates
bahwa defenisi bukan diperoleh dari induksi, tetapi kebenaran tersebut
sesungguhnya sudah ada dalam idea. Dalam
filsafatnya, Aristoteles bertitik tolak dari apa yang dia amati dalam hidup
manusia dan hidup masyarakat. Dari praksis nyata dan data-data, dia kemudian
menyimpulkan menjadi suatu theoria yang meliputi segala data pengamatan
itu. Aristoteles mengembangkan ilmu
yang diperoleh dari Palto tentang Rasionalisme dan Socrates tentanga Induksi
dan defenisi lalu mengembangkan konsep Logika. Dasar ajaran Aristoteles tentang logika berdasrkan atas ajaran
tentang jalan pikiran (ratio-cinium) dan bukti. Jalan pikiran itu baginya
berupa syllogismus (silogisme), yaitu putusan dua yang tersusun sedemikian rupa sehingga melahirkan putusan yang ketiga.
Konsep silogisme Aristoteles adalah konsep dasar tatkala
kesadaran manusia harus menapak awal melihat fenomena alam semesta dan mulai
menganalisa keajaiban kehidupan bumi. dalam bahasa
moderen, logika Aristoteles dapat dikatakan menggabungkan unsur
empiris-induktif dan rasional-deduktif.
Kegiatan sejarah perencanaan wilayah
berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik
dan pada saat itu tipe perencanaan induk (master planning) banyak
dipakai. Tipe perencanaan ini berasal dari bidang arsitektur; jadi memang lebih
bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat kehidupan mulai lebih kompleks,
kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-aspek lain, dan hal
ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh).
Pada tahap awal
perancanaan wilayah lebih pada menciptakan suaru keteraturan bangunan secara
fisik tanpa kompleksitas yang tinggi karena jumlah penduduk yang tidak terlalu
banyak dan kompleksitas masalah yang tidak terlalu tinggi. Pada era pra Yunani
pendekatan perencanaan masih didominasi oleh alam dan pemenuhan kebutuhan hidup
minimal secara fisik. Kompleksitas masalah masih rendah dan teknologi
peradabadan juga masih rendah. Contoh pembangunan pada era ini antara lain kota
kuno Sumeria dan Babilonia di Mesopotamia.
Pada era Yunani dan Romawi teknologi dan peradaban sudah sedikit maju. Untuk
memecahkan masalah yang relatif masih sederhana, pendekatan perencanaan sudah
mulai mengubah alam dengan mengedepankan bentuk fisik estetis. Contohnya adalah
kota Athena Yunani
Abad
pertengahan sudah mulai memiliki teknologi dan peradaban yang sedikit maju.
Dengan masalah yang mulai lebih kompleks maka pendekatan perencanaan didominai
agama/kekuasaan dan lebih kepada arsitektur pertahanan militer tetapi tidak
meninggalkan konsep fisik estetis. Tenkologi dan peradaban Renaissans lebih
maju dan permasalahaan juga lebih kompleks. Perencanaan era tersebut sudah
terkait pada pendekatan prestise bangsa, pemamfaatan ruang kolosal dengan tidak
meninggalkan fisik estetis. Pada zaman industrialisasi teknoliogi dan peradaban
sudah tinggi dan mengakibatkan masalah lebih kompleks, mobilisasi masyarakat
yang cepat dan urbanisiasi tinggi. Pada zaman ini pendekatan perencanaan pada
efisiensi ekonomi, kapitalistik dan produktifitas, arsitektonis dan ekonomis.
Hingga zaman modern dengan tekonologi tinggi dan pengembangan IT dengan
kompleksitas masalah yang superkompleks maka pendekatan perencanaan sudah
menyeluruh, kewilayahan, lingkungan dan berkelanjutan.
Periode
perencananan di Indonesia dimulai pada pra VOC. Pada periode ini pendekatan
perencanaan masih berdasarkan tradisi dan spiritual. Pada periode VOC sudah
dengan teknologi yang sudah mulai maju dan masalah kolonial maka pendekatan
perencanaan diutamakan pada pertahanan, perluasan daerah kolonial, pengenalan
perencanaan kota modern, pengembangan pusat ekomi baru melalui desentralisasi
kolonial. Pada periode awal kemerdekaan dan Orde lama konflik regional,
urbanisasi dan krisis ekonomi menjadi
masalah utama. Melalui teknologi yang cukup maju pendekatan perencanaan sudah
menerapkan konsep semesta berencana, kesadaran perencanaan, peningkatan SDM dan
pengembangan kota baru. Perencanaan juga dilaksanakan dengan pengembangan kota
besar, pengembangan pertanian, perencanaan wilayah dan kota dan berwawasan
pemerataan. Periode orde baru dengan teknologi dan peradaban lebih maju serta
permasalahan yang kompleks dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan yang
menggunakan hirarki perencanaan, sentralistik, industrialisasi dan terpengaruh
dengan negara maju. Pada periode reformasi teknologi peradaban sudah sangat
maju dan masalah yang mucul sangat kompleks terkait lingkungan dan kemacetan.
Perencanaan pembangunan diarahkan pada pengembangan metropolitan, kota satelit
dan buffer area, peran pemerintah daerah dan swasta serta partisipatif dan
desentralisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar