Kemiskinan adalah
suatu situasi baik yang merupakan proses maupun akibat dari adanya
ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya untuk kebutuhan
hidupnya. Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga,
diantaranya BAPPENAS (1993) mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena
keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Kota
Tanjungpinang adalah ibukota Provinsi
Kepulauan Riau, terletak di Pulau Bintan. Kota Tanjungpinang dijadikan daerah penyangga Kerajaan Bentan
yang merupakan pusat perdagangan dan pelayaran, dijadikan pula sebagai pusat
perdagangan oleh Belanda untuk menyaingi Singapura yang dikuasai Inggris. Letak
geografis Kota Tanjungpinang sangat stategis, yaitu pada posisi silang
perdagangan dan pelayaran dunia, antara timur dan barat, antara Samudera Hindia
dan Laut Cina Selatan, menjadi aset berharga yang turut berperanan terhadap
pertumbuhan perdagangan.
Secara
geografis wilayah Kota Tanjungpinang terletak antara 0° 51’ 30” - 0° 59’ 8”
Lintang Utara dan 104° 24’ - 104° 34’ Bujur Timur dengan luas wilayah 239,5 km2
dengan batas- batas sebagai berikut :
■ Batas Utara
:Kabupaten Bintan
■ Batas
Selatan :Kabupaten Bintan, dan Batam
■ Batas Timur
:Kabupaten Bintan
■ Batas Barat
:Kabupaten Bintan, dan Batam
Kota
Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Bestari, Kecamatan
Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota, dan Tanjungpinang Barat seluas 239,5
km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 137.356 jiwa. Kecamatan dengan
luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Tanjungpinang Timur (83,5 km2) sedangkan
kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat (34,5 km2).
INDIKATOR KEMISKINAN
Levitan
(1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan
pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang
layak.Reitsma dan Kleinpenning (1994) mendefisnisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat
material maupun non material.
Indeks
kemiskinan yang baik dapat dilihat dari beberapa kriteria atau aksioma sebagai
berikut (Sen, 1976; Foster, Greer dan Thorbecke, 1984 serta Rio Group,2006):
1.
Focus axiom: indeks atau ukuran
kemiskinan yang baik seharusnya tidak dipengaruhi oleh informasi yang berkaitan
dengan pendapatan penduduk yang tidak miskin.
2.
Monotonicity axiom: indeks atau
ukuran kemiskinan yang baik seharusnya meningkat jika pendapatan dari penduduk
miskin berkurang. Ini berarti ada korelasi antara indeks kemiskinan dengan
jarak penduduk miskin dari garis kemiskinan
3.
Transfer axiom: adanya transfer
pendapatan antar penduduk miskin seharusnya mengurangi besarnya indeks. Ini
berarti bahwa ukuran kemiskinan yang baik harus merefleksikan bagaimana
pendapatan terdistribusi di antara penduduk miskin.
4.
Subgroup monotonicity axiom: jika
indeks kemiskinan salah satu bagian dari populasi meningkat sedangkan indeks
untuk bagian populasi lainnya konstan, maka indeks kemiskinan untuk keseluruhan
populasi seharusnya meningkat.
Ukuran yang biasa digunakan:
-
Indek Headcount (Po) adalah
persentase penduduk di bawah garis kemiskinan (GK). Merupakan besaran angka
penduduk yang penghasilannya atau konsumsinya di bawah garis kemiskinan.
Adapun rumus yang digunakan:
Indikator garis
kemiskinan:
P0 = % penduduk
miskin
P1 = Indeks kedalaman kemiskina
P2 = Indeks keparahan kemiskinan
Z = garis kemiskinan
P2 = Indeks keparahan kemiskinan
Z = garis kemiskinan
Yi
= rata-rata pengeluaran per kapita pendudu yang berada dibawah garis kemiskinan
n =
jumlah penduduk
q = banyaknya penduduk di bawah garis kemiskinan
q = banyaknya penduduk di bawah garis kemiskinan
Kelebihan
utama dari headcount index ini adalah mudah dihitung dan mudah diinterpretasi,
meskipun indeks ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ditinjau dari
kriteria indeks kemiskinan yang baik seperti dijelaskan di atas, indeks ini
memenuhi focus axiom, tetapi tidak memenuhi kriteria montonicity axiom dan
transfer axiom. Indeks ini tidak dapat menjelaskan kedalaman kemiskinan yaitu
seberapa miskin penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan serta tidak
mempertimbangkan sama sekali aspek distribusi pendapatan penduduk miskin.
Kedua, estimasi headcount index harus dilakukan berdasarkan data individu bukan
data rumah tangga, padahal hampir seluruh data survei untuk menghitung
kemiskinan berbasiskan rumah tangga.
-
Indek Kedalaman Kemiskinan
(P1) adalah Indikator ini menyampaikan informasi terkait jarak antara kemampuan
suatu keluarga dengan garis kemiskinan. Indikator ini mengukur pendapatan atau
konsumsi agregat rata-rata (mean) relatif di bawah garis kemiskinan.
Indeks
ini merupakan rata-rata proporsi poverty gap terhadap garis kemiskinan, di mana
untuk penduduk tidak miskin nilai poverty gap adalah nol. Karena poverty gap Gi
merupakan jarak antara pendapatan penduduk miskin terhadap garis kemiskinan,
maka indeks ini sering dikaitkan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
mengentaskan kemiskinan. Untuk menghilangkan kemiskinan, secara sederhana
besarnya biaya yang harus diberikan kepada penduduk miskin adalah sebesar
jumlah dari poverty gap Gi.
Indeks
ini memenuhi kriteria focus axiom dan monotonicity axiom tetapi tidak memenuhi
transfer axiom. Jika orang yang paling tinggi pendapatannya dalam kelompok
penduduk miskin meningkat pendapatannya sehingga keluar dari kemiskinan maka
besarnya indeks akan bertambah padahal headcount index akan menurun. Ini
bertentangan dengan kriteria transfer axiom yang disebutkan di atas.
-
Keparahan Kemiskinan (P2)
adalah ukuran ini tidak hanya memperhitungkan jarak antara si miskin dengan
garis kemiskinan (poverty gap), namun juga ketidaksetimbangan (inequality) di
antara populasi yang diukur tersebut. Bobot yang lebih tinggi ditempatkan pada
mereka yang jaraknya lebih jauh dari garis kemiskinan.
Dalam
praktek, indeks ini jarang digunakan karena lebih sulit untuk diinterpretasi.
Namun demikian indeks ini memiliki kelebihan karena memenuhi focus axiom,
monotonicity axiom maupun transfer axiom.
Data kemiskinan makro yang dihasilkan oleh BPS
adalah data kemiskinan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas). Selain Susenas digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar
(SPKKD) sebagai informasi tambahan yang dipakai untuk memperkirakan proporsi
pengeluaran masing-masing komoditi pokok non makanan. Indikator kemiskinan yang
dihasilkan diantaranya adalah persentase penduduk miskin, yaitu persentase
penduduk yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan (yang disebut Po/
Head Count Index), jumlah penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1/
Poverty Gap Index), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2/ Poverty Severity Index). Dari
teori ini kita akan mengukur indikator kemiskinan di Kota Tanjungpinang, yang
terlihat pada berikut
Tabel 5.
Pengukuran
Indikator Kemiskinan di Kota
Tanjungpinang
No.
|
Jumlah penduduk
|
Pengeluaran Perkapita (Y)
|
Garis Kemiskinan (Z)
|
Z-Yi (A)
|
A/Z (X)
|
X^0 untuk α = 0
|
X^1 untuk α = 1
|
X^2 untuk α = 2
|
1
|
522.29
|
103,349.21
|
435,847.00
|
332,497.79
|
0.7628773
|
1.00000
|
0.762877
|
0.581982
|
2
|
870.49
|
147,385.71
|
435,847.00
|
288,461.29
|
0.6618407
|
1.00000
|
0.661841
|
0.438033
|
3
|
348.19
|
153,050.60
|
435,847.00
|
282,796.40
|
0.6488433
|
1.00000
|
0.648843
|
0.420998
|
4
|
609.34
|
218,892.86
|
435,847.00
|
216,954.14
|
0.4977759
|
1.00000
|
0.497776
|
0.247781
|
5
|
435.24
|
264,878.57
|
435,847.00
|
170,968.43
|
0.3922671
|
1.00000
|
0.392267
|
0.153873
|
6
|
138.85
|
272,671.77
|
435,847.00
|
163,175.23
|
0.3743865
|
1.00000
|
0.374386
|
0.140165
|
7
|
99.18
|
276,400.00
|
435,847.00
|
159,447.00
|
0.3658325
|
1.00000
|
0.365833
|
0.133833
|
8
|
158.69
|
279,930.06
|
435,847.00
|
155,916.94
|
0.3577332
|
1.00000
|
0.357733
|
0.127973
|
9
|
99.18
|
282,985.71
|
435,847.00
|
152,861.29
|
0.3507224
|
1.00000
|
0.350722
|
0.123006
|
10
|
99.18
|
290,461.90
|
435,847.00
|
145,385.10
|
0.3335691
|
1.00000
|
0.333569
|
0.111268
|
11
|
99.18
|
292,330.95
|
435,847.00
|
143,516.05
|
0.3292808
|
1.00000
|
0.329281
|
0.108426
|
12
|
522.29
|
292,981.94
|
435,847.00
|
142,865.06
|
0.3277872
|
1.00000
|
0.327787
|
0.107444
|
13
|
138.85
|
299,023.81
|
435,847.00
|
136,823.19
|
0.3139248
|
1.00000
|
0.313925
|
0.098549
|
656
|
261.15
|
4,787,567.46
|
435,847.00
|
-4,351,720.46
|
-9.984514
|
1.00000
|
-9.984514
|
99.690519
|
657
|
522.29
|
4,962,817.46
|
435,847.00
|
-4,526,970.46
|
-10.386605
|
1.00000
|
-10.386605
|
107.881555
|
658
|
174.10
|
6,797,464.29
|
435,847.00
|
-6,361,617.29
|
-14.595987
|
1.00000
|
-14.595987
|
213.042846
|
659
|
261.15
|
8,078,742.46
|
435,847.00
|
-7,642,895.46
|
-17.53573
|
1.00000
|
-17.535730
|
307.501838
|
S
|
188,443.00
|
633,417,555.97
|
||||||
23,750.44
|
3,361.32
|
659.00000
|
-794.302549
|
2827.053019
|
Sumber : data primer berdasarkan laporan BPS Tanjungpinang
Berdasarkan data tersebut maka diperoleh nilai P0 = 0.35 %, P 1 = 0.004 dan P 2
= 0.015. Dari hasil penghitungan tersebut terlihat bahwa presentase
penduduk miskin, tingkat kesenjangan kemiskinan dan intensitas kemiskinan di Kota
Tanjungpinang masih tergolong rendah. Makin tinggi nilai P 1 maka makin besar
pula tingkat kesenjangan kemiskinan dan makin tinggi nilai dari P 2 maka makin
besar pula intensitas kemiskinan.
Sebagai catatan, asumsi yang digunakan sebagai pengeluaran adalah
data pendapatan keluarga (Susenas 2010) oleh karena itu, perhitungan dengan
metode yang berbeda mungkin menghasilkan data yang berbeda.
INDEKS GINI
Indeks Gini adalah suatu peralatan
analisis yang dipergunakan untuk menghitung atau mengukur distribusi pendapatan
masyarakat pada suatu daerah tertentu atau negara pada suatu periode tertentu.
G = Angka Koefisien Gini (Gini Rasio)
Xi = % kumulatif dari jumlah rumah tangga untuk i
= 1, ... N
Yi =
% kumulatif pendapatan rumah tangga untuk i = 1, ... n
G < 0.3 berarti Ketimpangan rendah
0.3 ≤ G ≤ 0.4
berarti Ketimpangan sedang
G > 0.4 berarti Ketimpangan tinggi
Dengan
menggunakan data pendapatan hasil SUSENAS tahun 2010 maka dapat dihitung Gini
Ratio dengan menggunakan table excel sebagai berikut (tabel lengkap terlampir)
Tabel
4
Ilustrasi
perhitungan Gini Ratio berdasarkan data Susenas tahun 2010
Kota
Tanjungpinang
Sumber
: data primer Analisis Gini Ratio berdasarkan
laporan BPS Tanjungpinang
Perhitungan Indeks Gini untuk Kota Tanjungpinang melalui tabel 4 didapatkan hasil keoefisien Gini sebesar 0,046
(G < 0.3) yang berarti ketimpangannya rendah atau
distribusi pendapatan relatif merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar