Pages

Rabu, 26 November 2014

ANALISIS KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN KOTA TANJUNGPINANG



Kemiskinan adalah suatu situasi baik yang merupakan proses maupun akibat dari adanya ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya untuk kebutuhan hidupnya. Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantaranya BAPPENAS (1993) mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.


Kota Tanjungpinang  adalah ibukota Provinsi Kepulauan Riau, terletak di Pulau Bintan. Kota Tanjungpinang  dijadikan daerah penyangga Kerajaan Bentan yang merupakan pusat perdagangan dan pelayaran, dijadikan pula sebagai pusat perdagangan oleh Belanda untuk menyaingi Singapura yang dikuasai Inggris. Letak geografis Kota Tanjungpinang sangat stategis, yaitu pada posisi silang perdagangan dan pelayaran dunia, antara timur dan barat, antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, menjadi aset berharga yang turut berperanan terhadap pertumbuhan perdagangan.
Secara geografis wilayah Kota Tanjungpinang terletak antara 0° 51’ 30” - 0° 59’ 8” Lintang Utara dan 104° 24’ - 104° 34’ Bujur Timur dengan luas wilayah 239,5 km2 dengan batas- batas sebagai berikut :
      Batas Utara     :Kabupaten Bintan
      Batas Selatan   :Kabupaten Bintan, dan Batam
      Batas Timur     :Kabupaten Bintan
      Batas Barat     :Kabupaten Bintan, dan Batam
Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Bestari, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota, dan Tanjungpinang Barat seluas 239,5 km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 137.356 jiwa. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Tanjungpinang Timur (83,5 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat (34,5 km2).

INDIKATOR KEMISKINAN
Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.Reitsma dan Kleinpenning (1994) mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material.
Indeks kemiskinan yang baik dapat dilihat dari beberapa kriteria atau aksioma sebagai berikut (Sen, 1976; Foster, Greer dan Thorbecke, 1984 serta Rio Group,2006):
1.      Focus axiom: indeks atau ukuran kemiskinan yang baik seharusnya tidak dipengaruhi oleh informasi yang berkaitan dengan pendapatan penduduk yang tidak miskin.
2.      Monotonicity axiom: indeks atau ukuran kemiskinan yang baik seharusnya meningkat jika pendapatan dari penduduk miskin berkurang. Ini berarti ada korelasi antara indeks kemiskinan dengan jarak penduduk miskin dari garis kemiskinan
3.      Transfer axiom: adanya transfer pendapatan antar penduduk miskin seharusnya mengurangi besarnya indeks. Ini berarti bahwa ukuran kemiskinan yang baik harus merefleksikan bagaimana pendapatan terdistribusi di antara penduduk miskin.
4.      Subgroup monotonicity axiom: jika indeks kemiskinan salah satu bagian dari populasi meningkat sedangkan indeks untuk bagian populasi lainnya konstan, maka indeks kemiskinan untuk keseluruhan populasi seharusnya meningkat.
Ukuran yang biasa digunakan:
-          Indek Headcount (Po) adalah persentase penduduk di bawah garis kemiskinan (GK). Merupakan besaran angka penduduk yang penghasilannya atau konsumsinya di bawah garis kemiskinan.
Adapun rumus yang digunakan:
Indikator garis kemiskinan:
 
P0  = % penduduk miskin
P1 = Indeks kedalaman kemiskina
P2
= Indeks keparahan kemiskinan
Z  = garis kemiskinan
Yi = rata-rata pengeluaran per kapita pendudu yang berada dibawah garis kemiskinan
 n  = jumlah penduduk
 q  = banyaknya penduduk di bawah
garis kemiskinan

Kelebihan utama dari headcount index ini adalah mudah dihitung dan mudah diinterpretasi, meskipun indeks ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ditinjau dari kriteria indeks kemiskinan yang baik seperti dijelaskan di atas, indeks ini memenuhi focus axiom, tetapi tidak memenuhi kriteria montonicity axiom dan transfer axiom. Indeks ini tidak dapat menjelaskan kedalaman kemiskinan yaitu seberapa miskin penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan serta tidak mempertimbangkan sama sekali aspek distribusi pendapatan penduduk miskin. Kedua, estimasi headcount index harus dilakukan berdasarkan data individu bukan data rumah tangga, padahal hampir seluruh data survei untuk menghitung kemiskinan berbasiskan rumah tangga.
-          Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) adalah Indikator ini menyampaikan informasi terkait jarak antara kemampuan suatu keluarga dengan garis kemiskinan. Indikator ini mengukur pendapatan atau konsumsi agregat rata-rata (mean) relatif di bawah garis kemiskinan.
Indeks ini merupakan rata-rata proporsi poverty gap terhadap garis kemiskinan, di mana untuk penduduk tidak miskin nilai poverty gap adalah nol. Karena poverty gap Gi merupakan jarak antara pendapatan penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, maka indeks ini sering dikaitkan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan. Untuk menghilangkan kemiskinan, secara sederhana besarnya biaya yang harus diberikan kepada penduduk miskin adalah sebesar jumlah dari poverty gap Gi.
Indeks ini memenuhi kriteria focus axiom dan monotonicity axiom tetapi tidak memenuhi transfer axiom. Jika orang yang paling tinggi pendapatannya dalam kelompok penduduk miskin meningkat pendapatannya sehingga keluar dari kemiskinan maka besarnya indeks akan bertambah padahal headcount index akan menurun. Ini bertentangan dengan kriteria transfer axiom yang disebutkan di atas.
-          Keparahan Kemiskinan (P2) adalah ukuran ini tidak hanya memperhitungkan jarak antara si miskin dengan garis kemiskinan (poverty gap), namun juga ketidaksetimbangan (inequality) di antara populasi yang diukur tersebut. Bobot yang lebih tinggi ditempatkan pada mereka yang jaraknya lebih jauh dari garis kemiskinan.
Dalam praktek, indeks ini jarang digunakan karena lebih sulit untuk diinterpretasi. Namun demikian indeks ini memiliki kelebihan karena memenuhi focus axiom, monotonicity axiom maupun transfer axiom.
Data kemiskinan makro yang dihasilkan oleh BPS adalah data kemiskinan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Selain Susenas digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) sebagai informasi tambahan yang dipakai untuk memperkirakan proporsi pengeluaran masing-masing komoditi pokok non makanan. Indikator kemiskinan yang dihasilkan diantaranya adalah persentase penduduk miskin, yaitu persentase penduduk yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan (yang disebut Po/ Head Count Index), jumlah penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1/ Poverty Gap Index), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2/ Poverty Severity Index). Dari teori ini kita akan mengukur indikator kemiskinan di Kota Tanjungpinang, yang terlihat pada berikut
Tabel 5.
Pengukuran Indikator Kemiskinan di Kota Tanjungpinang
No.
Jumlah penduduk
Pengeluaran Perkapita (Y)
Garis Kemiskinan (Z)
Z-Yi (A)
A/Z (X)
X^0 untuk α = 0
X^1 untuk α = 1
X^2 untuk α = 2
1
522.29
103,349.21
435,847.00
332,497.79
0.7628773
1.00000
0.762877
0.581982
2
870.49
147,385.71
435,847.00
288,461.29
0.6618407
1.00000
0.661841
0.438033
3
348.19
153,050.60
435,847.00
282,796.40
0.6488433
1.00000
0.648843
0.420998
4
609.34
218,892.86
435,847.00
216,954.14
0.4977759
1.00000
0.497776
0.247781
5
435.24
264,878.57
435,847.00
170,968.43
0.3922671
1.00000
0.392267
0.153873
6
138.85
272,671.77
435,847.00
163,175.23
0.3743865
1.00000
0.374386
0.140165
7
99.18
276,400.00
435,847.00
159,447.00
0.3658325
1.00000
0.365833
0.133833
8
158.69
279,930.06
435,847.00
155,916.94
0.3577332
1.00000
0.357733
0.127973
9
99.18
282,985.71
435,847.00
152,861.29
0.3507224
1.00000
0.350722
0.123006
10
99.18
290,461.90
435,847.00
145,385.10
0.3335691
1.00000
0.333569
0.111268
11
99.18
292,330.95
435,847.00
143,516.05
0.3292808
1.00000
0.329281
0.108426
12
522.29
292,981.94
435,847.00
142,865.06
0.3277872
1.00000
0.327787
0.107444
13
138.85
299,023.81
435,847.00
136,823.19
0.3139248
1.00000
0.313925
0.098549
656
261.15
4,787,567.46
435,847.00
-4,351,720.46
-9.984514
1.00000
-9.984514
99.690519
657
522.29
4,962,817.46
435,847.00
-4,526,970.46
-10.386605
1.00000
-10.386605
107.881555
658
174.10
6,797,464.29
435,847.00
-6,361,617.29
-14.595987
1.00000
-14.595987
213.042846
659
261.15
8,078,742.46
435,847.00
-7,642,895.46
-17.53573
1.00000
-17.535730
307.501838









S
188,443.00
633,417,555.97







23,750.44
3,361.32



659.00000
-794.302549
2827.053019
Sumber : data primer berdasarkan laporan BPS Tanjungpinang

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh nilai P0 = 0.35 %, P 1 = 0.004 dan P 2 = 0.015. Dari hasil penghitungan tersebut terlihat bahwa presentase penduduk miskin, tingkat kesenjangan kemiskinan dan intensitas kemiskinan di Kota Tanjungpinang masih tergolong rendah. Makin tinggi nilai P 1 maka makin besar pula tingkat kesenjangan kemiskinan dan makin tinggi nilai dari P 2 maka makin besar pula intensitas kemiskinan.
Sebagai catatan, asumsi yang digunakan sebagai pengeluaran adalah data pendapatan keluarga (Susenas 2010) oleh karena itu, perhitungan dengan metode yang berbeda mungkin menghasilkan data yang berbeda.
INDEKS GINI
            Indeks Gini adalah suatu peralatan analisis yang dipergunakan untuk menghitung atau mengukur distribusi pendapatan masyarakat pada suatu daerah tertentu atau negara pada suatu periode tertentu.
 
G = Angka Koefisien Gini (Gini Rasio)
Xi  =  % kumulatif dari jumlah rumah tangga untuk i = 1, ... N
Yi =  % kumulatif pendapatan rumah tangga untuk i = 1, ... n
G < 0.3 berarti Ketimpangan rendah
0.3 ≤ G ≤  0.4 berarti Ketimpangan sedang
G > 0.4 berarti Ketimpangan tinggi
            Dengan menggunakan data pendapatan hasil SUSENAS tahun 2010 maka dapat dihitung Gini Ratio dengan menggunakan table excel sebagai berikut (tabel lengkap terlampir)
Tabel 4
Ilustrasi perhitungan Gini Ratio berdasarkan data Susenas tahun 2010
Kota Tanjungpinang
Sumber : data primer Analisis Gini Ratio berdasarkan laporan BPS Tanjungpinang
Perhitungan Indeks Gini untuk Kota Tanjungpinang melalui tabel 4 didapatkan hasil keoefisien Gini sebesar 0,046 (G < 0.3)  yang berarti ketimpangannya rendah atau distribusi pendapatan relatif merata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar