Pages

Jumat, 21 Januari 2011

"Mengerjakan" lebih penting daripada "salah"

Lebih Baik dikerjakan tapi Salah daripada Tidak dikerjakan tapi Salah

Hari ini saya menghadiri pertemuan mengenai analisis data dan buku Profil Kesehatan se Puskesmas di Dinkes Kab. Bintan. Pertemuan ini berisi tentang tanggapan penyusun profil kesehatan puskesmas dan masukan serta diskusi dari peserta. Begitu banyak kejadian yang diceritakan, salah satu yang berkesan adalah cerita dari satu puskesmas.

Pengumpulan data yang dilaksanakan di puskesmas tersebut bersumber dari data pelayanan dalam dan luar gedung serta data umum dan demografi dari kecamatan dan UPT dinas pendidikan. Data yang dikumpulkan dari puskesmas mereka yakini kebenarannya karena mereka sendiri yang melakukan pencatatan. sedangkan data dari luar pada satu intansi, mereka pun sudah mengetahui ketidak-benarannya. Nah, masalah yang muncul adalah, data tersebut penting untuk di publikasi sedangkan kita sudah tahu bahwa itu salah.

Dalam kondisi ini dan beberapa kondisi yang lain, jika mereka menyusun analisis dari data tersebut, maka hasil analisis sudah pasti salah. Namun jika mereka tidak menganalis pasti salah juga.

Oke, kami tidak akan membahas bagaimana semestinya menghadapi masalah itu disini. Kami cuman tiba2 saja mengingat sebuah cerita lucu yang sedikit bersinggungan dengan hal diatas, tentang pak tani. Ceritanya seperti ini.

pada suatu hari di sebuah tempat dalam wilayah kepulauan terdapat seorang petani yang bernama Nazar. Dia adalah petani pekerja keras di desanya yang senantiasa mengolah lahan dengan ikhlas dan selalu berharap bisa memberi manfaat bagi keluarganya.

pada suatu hari Nazar mendapatkan penyuluhan dari pertanian bahwa membajak sawah dengan menggunakan hewan lebih baik. Akhirnya, pada masa panen tiba, Nazar berniat membeli hewan ternak dari hasil panennya. Dia kemudian beranjak ke kota ditemani oleh putra bungsunya untuk menjual hasil panennya. Namun ternyata hasil penjualannya hanya cukup untuk membeli seekor kedelai.

Setelah membeli seekor keledai, Nazar dan Anaknya kebingungan sendiri bagaimana cara membawanya pulang.

Nazar memutuskan untuk menuntun keledainya melewati kampung. Ia kemudian di ketawai oleh orang2 "mengapa mesti di tuntun, kan keledai bisa di tunggangi??"

Nazar merubah keputusan. Ia menaiki keledai itu bersama anaknya. Namun sesampai de desa selanjutnya dikomentari warga "tidak ada peri kehewanan!!! keledai sekecil itu dinaiki oleh dua orang!!"

Nazar merubah keputusan kembali. Anaknya diturunkan dan menuntun di depan. Ternyata masih dikomentari. "Kok anaknya yang jalan? dasar bapak egois!!!"

Kemudian Nazar bertukar posisi. Anaknya dinaikkan dan ia berjalan di depan menuntun keledai. Tapi masih dikomentari. "Anak yang durhaka!! kok bapaknya yang jalan sedangkan ia diatas keledai!!"

Akhirnya Nazar dan anaknya kembali berunding bagaimana sebaiknya yang akan dilakukan karena semua langkah yang dilakukan selalu dikomentari orang. Ditengah keputus-asaan akhirnya dengan mantap diambil langkah kontroversial. mereka berdua mengikat kaki keledaikemudian memikulnya sampai di rumah. Dalam hati ia menggerutu. "Kalau masih ada yang protes, Keledai ini saya langsung potong sekalian!!!"

Hah, mungkin jika Nazar telah memutuskan satu cara dan dia konsisten dengan itu maka tia tidak perlu bingung. Toh semua langkah dianggap salah. Asal jangan tidak melalukan sama sekali. heheyy

Inspirasi cerita dari slide Nazaruddin dalam pelatihan surveilans kesehatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar